Minggu, 07 Oktober 2007

Casciscus

Bila percakapan, obrolan, diskusi, cangkeman, dst, adalah satu elemen yang memancing datangnya pertanyaan, kemudian kami lebih senang menulis (baca: menghindar) saja dari rimbunnya tanya; merakit huruf dan mewabahkan metafora dalam setiap kalimat. Walaupun, tetap tanya itu selalu ada ketika teks demi teks mengalun lembut maupun kasar kasar. Lantas, jika menulispun masih menyertakan ketakutan-ketakutan atas penilaian terhadap sebuah karya setelah lepas dari pengarangnya, jangan pernah berpikir untuk menulis karena menulis tidak akan pernah mendatangkan keasyikan jika dikerjakan dengan takut-takut. “Menulis mengubah dunia?” tanya seorang kawan ragu-ragu. “Mungkin!”, jawab yang lain, jauh lebih ragu. Semua serba mungkin, dan jauh dari pasti. Oleh karenanya, kami mencoba sekian kemungkinan yang ada melalui media menulis. Wuekh!

Kami adalah yang selalu terbius dengan eforia masa muda, yang kerap dihantui sejarah dan tak luput dari bayang-bayang indah dan tak indahnya masa depan. Apa yang bisa kami buat selagi kuat? Sastra jelas bukan emas yang mengkilat, tapi mungkin semacam coklat yang bukan emas tapi juga mengkilat oleh usapan lidah-lidah penggemarnya. Jangan berpikir bahwa sastra, seni, budaya, yang tertuang dalam adonan ini adalah menu yang harus disantap tuntas, karena kami juga kerap mual dengan semua yang tersaji.

Oya, ini adalah edisi “siuman” setelah kurang lebih setahun tak sadarkan diri. Setahun yang lalu kami muncul dengan “kemlinthi”, dan sekarang mungkin jauh lebih “kemlinthi”. Jadi, maaf, kami cuma generasi sakit hati yang tidak tahu mau berbuat bagaimana lagi! (Atau malah paling tahu?). Wallahualam!

Tidak ada komentar: